Apakah aku termasuk TOXIC LEADER?

by Erick Iskandar


Posted on 30-Sep-2020



Apakah aku termasuk TOXIC LEADER?

 

 

Apakah TOXIC LEADERSHIP itu ada dan nyata? Kendati ia tidak mudah di-identifikasi, ia sungguh nyata, senyata-nyata-nya.

 

Masalah utama pemimpin yang toxic adalah ia tidak menyadari bahwa sikap dan perilaku “toxic”-nya berdampak negatif besar bagi tim dan organisasi. Atau bisa jadi ia sadar namun ia abai terhadap hal ini.

 

Sebelum kita menilai orang lain bahwa ia termasuk pemimpin yang toxic, mari checklist diri kita terlebih dahulu – karena bisa jadi kita memiliki kadar “toxic” tertentu dalam kepemimpinan kita yang tidak kita sadari. Kata “ia” pada ciri-ciri di bawah ini bukan sekedar berarti “orang lain”, namun juga berarti “diri kita sendiri”.

 

 

Ciri-ciri Pemimpin Toxic

 

Pemimpin yang memiliki kadar toxic tinggi memiliki pola-pola perilaku yang biasanya:

 

  • Tampil berkarisma dan penuh wibawa di hadapan customer, shareholder, atasan atau pihak ketiga lainnya. Ia bisa tampil mempesona “di atas panggung” dengan memoles dirinya saat harus berhubungan dengan pihak eksternal yang memang perlu ia layani atau ia patuhi. Namun setelah ia “turun panggung” dan kembali pada keseharian perilakunya, ia bisa menampilkan perilaku yang sangat berbeda. Di atas panggung ia bisa sopan bin ramah, di hadapan timnya ia bisa jutek nan kasar. Di atas panggung ia bisa tertawa-tawa nan bersahabat, di hadapan timnya ia bisa mencela penuh penghakiman. Di atas panggung ia bisa tulus bin menyenangkan, di hadapan timnya ia bisa manipulatif nan licik.

 

  • Ia dihindari sebagian besar timnya karena orang malas berhubungan langsung dengannya. Saat makan siang di kantin, kebanyakan orang tidak ingin duduk dekatnya. Ia cenderung dijauhi. Ia perlu mengajak orang lain terlebih dahulu untuk duduk bersamanya karena orang secara natural cenderung menjauhi dan menarik diri darinya. Keberadaannya membuat orang di sekelilingnya tidak nyaman, dan ketidakhadirannya justru disenangi orang. Orang-orang tampak lebih lepas dan lebih “plong” dalam bekerja justru saat ia tidak ada. Kehadirannya membawa aura negatif yang cenderung memberi energi yang melemahkan dan mendemotivasi.

 

  • Menggunakan power-nya untuk menciptakan kepatuhan yang didasari rasa takut. Orang patuh padanya karena rasa takut bukan karena rasa hormat. Orang patuh padanya karena terpaksa bukan karena mereka memang termotivasi ingin melakukannya. Ia memanfaatkan powernya untuk memaksakan pemikiran dan kehendak pribadinya agar orang lain mengikuti pola pikirnya yang ia kira paling benar. Orang mengikuti dia karena sekedar jabatan, wewenang dan kekuasaan yang ia miliki. Ia membangun kepemimpinannya di atas jabatan / posisi dan kekuasaan – bukan di atas hubungan baik dan kekuatan karakter.

 

  • Ia seringkali menggunakan kata-kata “beracun” yang penuh nuansa menyerang pribadi, menuding, menyalahkan, komplain, menghakimi. Ia tak segan-segan menjatuhkan orang di hadapan umum dengan langsung mengkritik dan menyorot kesalahannya. Setelah itu, ia tidak merasa bersalah dan baik-baik saja. Ia merasa tindakan mempermalukan orang lain itu adalah hal yang lumrah dan biasa saja (padahal ia sendiri juga tidak mau diperlakukan seperti itu). Ia bisa mengeluarkan kata-kata ancaman untuk memaksa orang patuh dengan caranya yang ia anggap paling benar.

 

  • Ia merasa memiliki hak diperlakukan istimewa. Ia tidak mau berdiskusi dengan orang lain yang ia anggap lebih “rendah” level posisi dan jabatannya. Ia hanya mau berdiskusi dan melayani orang-orang yang ia anggap se-level maupun yang lebih tinggi level power-nya dari dia. Karena ia merasa sudah berkontribusi besar bagi perusahaan, maka ia menuntut untuk dilayani dan diperlakukan istimewa oleh departemen lain maupun oleh perusahaan. Ia merasa peraturan perusahaan seperti absensi / ketepatan waktu / durasi jam istirahat tidak berlaku untuknya karena ia toh sudah berkontribusi besar bagi perusahaan. Ia merasa berbeda dan istimewa, karena itu perusahaan harus memperlakukan dia secara istimewa pula.

 

  • Ia memiliki kadar “tidak mau kalah” yang tinggi. Saat beradu argumen, ia lebih banyak memasang kekerasan hati untuk tidak menerima pendapat orang lain dan menganggap pendapatnya yang lebih benar. Ia banyak mengambil gaya defensif saat menerima feedback. Jika diberi masukan, ia akan “pasang badan” dengan menyalahkan situasi dan menyalahkan orang lain serta enggan mengambil tanggung jawab pribadi.

 

  • Menciptakan kubu-kubu-an di tempat kerja dalam upaya mempertahankan posisi dan power miliknya. Untuk menjaga posisi aman dan mempertahankan eksklusivitas dirinya, ia menarik orang-orang untuk berpihak padanya - dengan kompensasi ia menjadi "penyelamat" posisi orang-orang yang berpihak padanya tsb. Dengan memainkan politik kantor, ia bisa menyingkirkan orang-orang yang ia anggap mengganggu dan berseberangan dengannya. Ia juga tidak segan untuk menusuk dari belakang, menjatuhkan orang tanpa sepengetahuan mereka – dalam upaya melindungi keamanan dan kenyamanan posisi jabatannya.

 

  • Menggunakan kekuasaan untuk bertindak tidak jujur. Menyalahgunakan wewenang untuk mencari keuntungan pribadi dan merugikan perusahaan. Melakukan fraud dengan mengakali audit perusahaan, korupsi terselubung, main mata dengan pihak ketiga, main “bawah meja” dengan pihak lain. Ia juga cerdas untuk menarik orang lain agar “terjebak” bersamanya dalam sistem permainan “kotor” yang ia mainkan dalam perusahaan. Ia bertindak tidak jujur dan berupaya menutupinya atau “mencucinya” agar ia tetap teridentifikasi bersih – meskipun sesungguhnya ia kotor berlumpur ketidakjujuran.

 

  • Sering terbuai pada kesuksesan masa lalu. Ia bisa sangat terokupasi pada apa yang selama ini telah berhasil ia capai. Ia stuck pada cara-caranya sendiri yang ia pandang sudah cukup berhasil. Ia sulit diajak berubah. Ia cenderung mempertahankan status quo yang tanpa ia sadari justru membuat timnya tidak bertumbuh dan hanya berada pada tataran “mediocre”. Ia jarang memikirkan inovasi dan hanya sekedar berfokus operasional keseharian menyelesaikan eksekusi. Ia tidak memiliki kamus yang namanya “terobosan, pertumbuhan, inovasi” yang ada hanyalah “kenyamanan, keamanan, survival”. Ia datar-datar saja untuk menantang timnya bertumbuh dan berinovasi.

 

Toxic leader

 

 

Cara menghadapi Toxic Leader

 

 

Saat kita menemui racun yang ada di dekat kita, apa yang sewajarnya kita lakukan? Tentu saja menyingkirkannya ataupun menghindar darinya. Jika kita memiliki kadar “penawar” racun yang kuat tentu saja silahkan untuk menghadapi racun tersebut. Mudah-mudahan ia dapat ternetralisir dan akhirnya dapat berubah tidak lagi beracun.

 

Prinsip penting yang dapat kita lakukan saat menghadapi Toxic Leader:

 

  • Kesabaran dan kontrol diri. Saat berhadapan dengan perilaku “beracun” dari pemimpin, bagaimanapun kepala dingin tetap perlu kita pertahankan. Jangan terpancing untuk terjebak pada argumen yang akhirnya menjadi debat dan saling serang. Ada kalanya mengalah dulu bisa menjadi hal yang bijak. Lihat situasinya. Pahami konteksnya. Pastikan kita masih bertindak rasional dan tidak terbawa emosional. Pada satu kesempatan kita bisa mengalah, pada kesempatan lain kita bisa melakukan konfrontasi secara konstruktif.

 

  • Lakukan konfrontasi secara konstruktif. Meminjam istilah dari Kim Scott, ada dua prinsip penting saat melakukan konfrontasi konstruktif yaitu “Challenge Directly” dan “Care Personally”. Saat kita tahu bahwa perilaku ybs sudah melewati batas, lakukan konfrontasi terhadap perilaku “beracun”nya. Ingat untuk hanya membahas PERILAKU SPESIFIK-nya. Tidak perlu melebar kesana kemari membahas hal lain. Berikan feedback secara langsung dan tetap berdasarkan rasa kepedulian. Ingat, kita tetap PEDULI pada ORANG-nya meskipun kita tidak suka PERILAKU-nya. Jadi tetap lakukan konfrontasi dengan empatik dan penuh kepedulian. Niat kita memberikan feedback dan melakukan konfrontasi adalah untuk mempertahankan hak kita mendapat keadilan dan rasa hormat serta untuk tujuan organisasi yang lebih besar.

 

  • Apakah boleh meminta bantuan pihak lain untuk menegurnya? Saya saran tetap kita dahulu yang melakukan konfrontasi konstruktif dengan ybs. Jika beberapa kali belum berhasil, maka silahkan melakukan konsultasi dengan pihak yang lebih memiliki wewenang dan lebih bijak untuk “menegur” ybs. Ini adalah next step-nya, yaitu dengan melibatkan pihak lain yang memiliki kompetensi dan kebijaksanaan dalam memandang persoalan serta memiliki power untuk melakukan “teguran” terhadap ybs. Pastikan kita memilih orang-orang yang tepat yang memiliki kompetensi dan kebijaksanaan tersebut.

 

  • Ciptakan batasan (boundary) antara kita dengan dirinya. Bagaimanapun agar tidak tertular racun, kita perlu memberi garis batas yang tegas antara kita dengan ybs. Jangan tertarik masuk kedalam drama dan intrik yang ia ciptakan. Tidak perlu ikut-ikutan bergosip dengannya. Katakan tidak pada ajakannya yang bisa merusak integritas. Menciptakan Batasan bukan berarti bersikap pasif dengan menghindari ybs terus menerus, melainkan juga bertindak aktif untuk berani menjalin relasi dengan ybs (dengan boundary) demi tujuan yang lebih besar. Untuk tetap berkomunikasi dengannya demi kepentingan tim dan organisasi yang lebih utama.

 

  • Tameng terkuat terhadap perilaku kepemimpinan yang beracun adalah nlai-nilai dan prinsip hidup kita sendiri. Selama kita memiliki KEJELASAN terhadap nilai-nilai yang kita anut dan BERSANDAR KUAT terhadap nilai-nilai tersebut, niscaya kita tidak akan mudah terpengaruh efek racun yang tersebar. Jika “kerendahan hati” adalah nilai hidup kita, maka kita tahu bagaimana caranya menghadapi kepemimpinan yang arogan. Jika “integritas” adalah nilai hidup kita, maka kita tahu caranya menghadapi kepemimpinan yang koruptif. Jika “rasa hormat” adalah nilai hidup kita, maka kita tahu caranya menghadapi kepemimpinan yang kasar pada orang lain.

 

  • Yes, tentu saja keluar juga bisa menjadi pilihan. Keluarlah dari suasana dimana kepemimpinan toxic yang ada sudah terlanjur parah dan segala daya upaya terbaik anda untuk “menetralisir”nya tidak menunjukkan hasil. Jangan berlama-lama untuk berada dibawah pemimpin yang anda tahu bahwa ia tidak “worth it” untuk mendapatkan pelayanan terbaik anda lagi. Keluarlah dengan kepala tegak karena anda tahu banwa anda telah mengupayakan yang terbaik dan telah memberikan kontribusi signifikan pada perusahaan.

 

 

Kepemimpinan adalah sebuah perjalanan jatuh bangun. Ada kalanya mau tidak mau kita yang harus berhadapan dengan toxic leader. Ada kalanya juga kita yang “terpeleset” berperilaku toxic pada orang lain. Mari kita terus menerus mengolah dan mengasah diri menjadi Pemimpin authentic yang lebih banyak menebarkan energi positif dan hindarilah perilaku-perilaku toxic yang merugikan banyak orang.

 

Mari bagikan artikel ini kepada orang-orang yang anda tahu bahwa mereka membutuhkannya 😊.