Cara Ampuh Mempererat Relasi

by Erick Iskandar


Posted on 21-Dec-2020



Cara ampuh mempererat relasi dan melipatgandakan kegembiraan

 

 

“Setia dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat dan sakit…” Ini adalah salah satu pernyataan dalam janji ikatan pernikahan yang biasanya disampaikan oleh kedua mempelai. Inti dari pernyataan janji pernikahan tersebut adalah untuk tetap setia menemani ketika “things go right” maupun saat “things go wrong”.

 

Hal ini juga dapat kita lihat dalam konteks relasi yang lebih luas. Relasi antara kita dengan pasangan hidup, anak, kolega, atasan, anggota tim, teman, sahabat, tetangga, dsb. Seberapa jauh kita sungguh hadir untuk mereka saat “things go wrong”? Hadir untuk menjadi teman yang menghibur, yang mendengarkan, yang menjadi tempat cerita kesedihan / kekecewaan. Jika selama ini kita merasa sudah menjadi teman yang baik bagi orang lain saat “things go wrong” maka tentu itu sangat baik.

 

Lalu pertanyaan penting berikutnya adalah: sudahkah kita juga hadir bagi orang lain saat “things go right”? Apa? Yes, anda tidak salah membaca. Secara logika, jika kita sungguh hadir bagi orang lain saat “things go wrong”, maka tentu lebih mudah bagi kita untuk hadir bagi mereka saat “things go right”. Well, BELUM TENTU. 

 

Penelitian yang dilakukan oleh Shelly Gable  dari Universitas California, Santa Barbara menunjukkan bahwa justru terkadang kita lebih sering TIDAK MEMBERIKAN RESPON POSITIF/KONSTRUKTIF saat “things go right” bagi orang lain.

 

"Dengan kata lain, ketika orang lain menyampaikan berita gembira terkait hal baik yang mereka alami, seringkali kita justru tidak memberikan respon yang efektif bagi orang tersebut."

 

Ketika kita tidak memberikan respon yang tepat bagi teman kita saat ybs menyampaikan berita baik, maka kita bisa mengikis hubungan pertemanan yang ada, mengurangi keakraban, dan bahkan bisa meruntuhkan hubungan kepercayaan dengan ybs.

 

 

Shelly Gable menyampaikan ada 4 jenis respon saat seseorang me-respon “kabar baik” dari orang lain:

 

ACR by Shelly Gable

 

Untuk lebih memahami mengenai 4 jenis respon ini, kita gunakan 1 contoh: seorang kolega anda datang menghampiri anda dan menyampaikan berita baik: “tadi saya dipanggil bos, dan dia bilang kalau saya dipromosi sebagai Manager menangani penjualan di area timur Indonesia”. Sebagai kolega dan teman, apa respon anda bagi ybs?

 

 

Passive Constructive Responding (PCR)

Pada PCR ini anda akan merespon: “aha… bagus dong” sambil terus sibuk dengan handphone anda. Ketika kolega anda kembali merespon “gua seneng banget dapet promosi ini”, anda kembali hanya merespon “ehem.. iya selamat yah”, lalu kembali sibuk dengan WhatsApp anda. Pada PCR ini, respon anda bersifat pasif. Memberikan support sekenanya saja. Anda tampak kurang tertarik. Anda terdistraksi oleh hal lain (mis: handphone anda). Respon anda berada pada energi yang rendah dan tidak memberikan timbal balik secara aktif bagi ybs.

 

Ketika kita memberikan respon PCR pada teman / kolega kita ini, kita sedang menjadi “conversation killer” bagi ybs. Kita tidak terlibat secara penuh dengan teman kita. Padahal saat ia datang ke kita untuk cerita, ia datang dengan bersemangat dan energi yang tinggi. Ketika kita memberikan respon PCR, kita hanya memadamkan api semangatnya tersebut.

 

Beberapa kali bisa jadi kita pernah memberikan respon PCR ini pada orang-orang terdekat kita. Memang tidak mudah saat kita sedang mengalami distraksi / kelelahan / pikiran penuh untuk memberikan respon positif pada orang lain. Namun ingatlah kembali bahwa kehadiran kita secara penuh (terutama bagi orang-orang terdekat kita) di momen saat mereka membutuhkan kita, adalah sungguh bentuk kepedulian penting yang sangat berharga bagi mereka.

 

 

Passive Destructive Responding (PDR)

Pada PDR ini anda akan merespon: “oh bagus dong kamu dipromosi… Eh ngomong-ngomong tau ga, gua tuh pernah dipanggil Bos juga untuk dipromosi jadi manager untuk megang area barat Indonesia, cuma waktu itu gua tolak. Gua gak bisa kalau pindah ke luar kota. Gua lahir dan besar di kota ini, gak mungkin gua pindah ke kota lain meski cuma sementara… bla..bla..” Pada respon PDR ini, anda mengabaikan teman / kolega anda tersebut. Anda berfokus pada diri anda sendiri. Anda ingin cerita anda yang didengarkan terlebih dahulu. Anda ingin kebutuhan anda yang lebih diutamakan.

 

Menurut Shelly Gable, respon ini yang PALING BERBAHAYA diantara 4 respon yang ada karena kita mengalihkan topik pembicaraan untuk berfokus pada diri kita sendiri. Sebuah respon “egoisme” halus yang tanpa sadar kita tunjukkan. Bukannya menyorot berita baik tentang teman / kolega kita tersebut, kita malah menyorot tentang berita diri kita sendiri. Ketika kita memberikan respon PDR, kita menjadi “conversation hijacker” bagi ybs. Kita membajak pembicaraan dengan mengalihkan topiknya menjadi berfokus pada diri kita. Kita merubah semangat positif teman kita tsb menjadi kekecewaan.

 

Apa yang membuat kita terjebak pada respon PDR ini? Well jika boleh jujur, bisa jadi ada unsur “self-interest” maupun “envious” yang muncul pada diri kita sehingga kita memberikan respon PDR ini. Kita kurang mengontrol diri untuk membiarkan ybs mendapat fokus perhatian kita. Kita tidak mau kalah untuk menunjukkan bahwa kita pun juga punya pengalaman positif lain yang perlu mendapat perhatian orang.

 

 

Active Destructive Responding (ADR)

Pada ADR ini, anda akan merespon “Wahh, selamat yah kamu dipromosi. Kamu sudah pertimbangkan kalau kamu perlu adaptasi dengan peran barumu ini? Kamu perlu sibuk siap-siap pindah ke luar kota, tidak ketemu lagi dengan orang-orang terdekatmu. Belum lagi area Indonesia timur adalah area yang “kering” terhadap tingkat sales kita. Area itu tidak memberikan kontribusi signifikan pada total sales perusahaan kita. Kamu bakal kesulitan capai target sales”. Pada respon ADR ini, anda mengkritisi berita baik yang disampaikan teman anda tersebut. Anda memfokuskan pembicaraan pada aspek negatif dari berita baik tersebut. Anda seakan-akan “membatalkan” berita baik tersebut karena di mata anda, berita tersebut tidaklah sebaik yang teman anda kira.

 

Ketika kita memberikan respon ADR pada teman / kolega kita ini, kita menjadi pencuri kegembiraan (joy thief) bagi ybs. Ketika teman kita ini datang dengan penuh semangat menyampaikan berita baik, kita malah merubah semangatnya tersebut menjadi kekhawatiran. Kita mencuri kegembiraan dari dirinya karena kita berfokus pada hal-hal negatif dibalik berita baik yang ia sampaikan.

 

Apa yang membuat kita terkadang terjebak menjadi “joy thief” bagi orang lain? Bisa jadi sebenarnya niat kita baik. Kita hanya ingin memandang berita gembira tersebut dari sudut pandang berbeda. Kita ingin melindungi teman / kolega kita ini. Kita ingin agar ybs bisa kritis dan bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Well, bagaimanapun niat baik saja tidak cukup. Kita perlu memastikan bahwa respon kita saat itu sungguh bisa melipatgandakan kegembiraan ybs, bukan malah mencuri kegembiraannya.

 

 

Active Constructive Responding (ACR)

Pada ACR ini, anda akan merespon: “Woww… Selamat yah!” sambil memberikan tos tangan atau memeluknya. Lalu anda kembali merespon “Selamat…selamat… Saya senang kamu mendapat promosi dan peran yang lebih strategis. Saya yakin kamu pasti mampu untuk perform dan memberikan kontribusi lebih besar lagi untuk perusahaan dengan peran baru-mu ini. Ayo cerita dong bos bilang apa lagi ke kamu”. Pada ACR ini, respon anda sungguh-sungguh mendukung dan turut bergembira bersama ybs. Anda tampak bersemangat dan bergembira terhadap berita baik yang ia sampaikan.

 

Ketika kita memberikan respon ACR pada teman / kolega ini, kita melipatgandakan kegembiraan (joy multiplier) ybs. Kita secara aktif turut serta dalam kegembiraan yang ia rasakan, yang akhirnya akan semakin melipatgandakan kegembiraan tersebut. Hubungan kita pun semakin akrab dengan ybs. Hubungan kepercayaan semakin meningkat satu sama lain. Kita semakin mempererat pertemanan dengannya.

 

 

Memberikan respon ACR tentu butuh latihan terus menerus. Kita sungguh perlu menjaga kesadaran diri dengan kuat saat kita memberikan respon kepada berita baik yang disampaikan orang terdekat kita kepada kita. Kita tentu tidak ingin menjadi “conversation killer”, “conversation hijacker”, maupun “joy thief” bagi mereka. Kita ingin menjadi “joy multiplier” bagi orang-orang terdekat kita ini.

 

Mari kita memulainya dari keluarga. Saat pasangan / suami / istri / anak / orangtua kita menceritakan kabar gembira mereka dengan antusias, pastikan kita memberikan respon ACR untuk semakin melipatgandakan kegembiraan mereka.

 

Jangan lupa pula untuk melakukannya di konteks pekerjaan kantor / karir kita. Saat kolega / tim / atasan / pelanggan kita menceritakan berita gembira mereka, aktiflah terlibat dengan memberikan respon ACR untuk semakin mempererat relasi dan hubungan kepercayaan kita dengan mereka. Tentu yang pasti, lakukanlah dengan ketulusan hati dan ekspresi bahasa tubuh yang mendukung.

 

Selamat menjadi pelipat ganda kebahagiaan orang lain 😊💪

 

 

Referensi: Coursera online course, "Resilience Skill in a Time of Uncertainty" by Karen Reivich, University of Pennsylvania.