Cara Menangani Kesalahan Anggota Tim

by ErickIskandar


Posted on 11-Feb-2022



Hukuman terberat bagi kesalahan professional seseorang adalah ketika ia dihakimi dan di-label “tidak becus” sebagai pribadi dan kesalahannya terus menerus dibahas berulang-ulang. Seakan-akan satu kesalahan yang ia lakukan “menghapus” segala kinerja baik yang telah ia lakukan selama ini. Dan seakan-akan satu kesalahan tersebut  adalah kesimpulan bahwa semua pekerjaannya yang lain adalah “tidak becus”.

 

We all make mistakes. Setiap dari kita pasti pernah berbuat salah dalam karir professional kita. Kesalahan yang saya maksud disini bukan kesalahan terkait integritas / fraud / korupsi / kesengajaan. Kesalahan-kesalahan tersebut jelas fatal dan perlu mendapat hukuman setimpal. Kesalahan professional yang saya maksud disini lebih kepada kesalahan sebagai bagian dari proses belajar, bagian dari proses pendewasaan sebagai pribadi.

 

Anak muda fresh graduate yang menyela pembicaraan atasannya saat meeting, bisa jadi adalah perilaku yang salah. Namun biasanya bukan karena ia sengaja melakukannya, namun karena ia punya kebiasaan seperti itu di tempat kerja / pendidikan dia sebelumnya. Dan ketika ia diberikan feedback terkait perilakunya tsb, ia pasti akan belajar dari pengalamannya tsb dan lebih menjaga diri di lain kesempatan. Ini adalah bagian dari proses pendewasaan dirinya. Namun yang jadi permasalahan adalah jika atasannya tsb menjadi “dislike” terus menerus kepada ybs – hanya karena satu perilaku tsb. Sehingga apapun yang ia lakukan di kemudian hari seakan-akan menjadi “tidak cukup baik” dimata sang atasan.

 

Leaders, hal yang perlu kita sadari dan waspadai adalah kecenderungan kita untuk dislike (tidak suka) pada orang tertentu karena ia telah melakukan kesalahan pada kita. Jika rasa “dislike” tersebut terus menerus kita bawa dalam interaksi kita dengan ybs, maka perilaku dan sikap kita pun akan memancarkan energi negatif pada ybs dan membuat ybs semakin “down” dan secara langsung menurunkan semangat dan motivasi kerjanya.

 

Bukan berarti kita mendiamkan dan mentolerir kesalahan yah… Bagaimanapun, kesalahan tetap perlu diarahkan kembali kepada track yang seharusnya. Yang menjadi penekanan adalah ketika kita sebagai leader terus menerus membawa “grudge” dalam hati kita terkait kesalahan orang lain, maka kita hanya akan memupuk relasi negatif dengan ybs – yang dapat terakumulasi menjadi toxic relationship.

 

So, sebagai leader, apa yang perlu kita sadari dan lakukan saat muncul rasa “dislike” pada kesalahan anggota tim kita?

 

 

Pisahkan orang dari perilaku-nya.

Kita boleh tidak suka dan tidak setuju pada perilaku anggota tim kita yang berbuat salah, namun kita tetap perlu menghargai pribadinya sebagai professional. Dislike perilakunya, namun tetap care pada orangnya. Seringkali yang terjadi adalah kita dislike perilakunya dan sekaligus dislike orangnya.

 

So, pisahkan orang dari perilakunya. Kita berikan feedback pada perilakunya tanpa harus menyerang pribadinya. Ini penting agar proses pemberian feedback tidak menjadi ajang pelampiasan sentimen pribadi. Saat memberikan feedback, bahas perilakunya saja tanpa perlu melebar kepada penghakiman atas pribadinya.

 

 

Cek ego kita.

Lakukan cek suara hati. Saat ada anggota tim yang melakukan kesalahan dan terutama kesalahan tersebut menyinggung ego kita, ambil waktu sejenak untuk pause. Dengan berhenti sejenak, kita bisa mencerna situasi dengan lebih bijak. Tanyakan pada diri kita: Apakah ia dengan sengaja melakukannya atau karena ketidaktahuannya? Apa konteks yang menyebabkan ia ber-perilaku demikian? Bukankah ia sama sekali tidak bermaksud seperti itu? Mengapa aku harus tersinggung?

 

Tidak perlu menempatkan diri kita terlalu tinggi dan memandang orang lain seakan-akan mereka tidak “sebaik” kita. Tidak perlu pula mengindentikkan diri kita dengan posisi / jabatan / kekuasaan yang kita miliki di organisasi. Ketika kita menempatkan diri kita pada porsi yang sewajarnya, maka kita menjadi tidak mudah untuk tersinggung.

 

 

Berikan ruang bagi orang lain untuk melakukan kesalahan.

Tanpa kesalahan, tidak ada proses belajar. Inovasi lahir karena eksperimen dan belajar dari kesalahan. Ketika anggota tim kita melakukan kesalahan, jadikan hal tersebut sebagai “learning moment”. Berikan feedback atas perilaku salahnya, dan fokuskan pembicaraan pada pembelajaran yang ia dapatkan dari kesalahan tersebut. Ajak ia mengambil tanggung jawab untuk memperbaiki kesalahannya, dan terutama untuk belajar dari kesalahan tersebut.

 

Berikan “rasa aman” bagi tim kita sehingga ketika mereka melakukan kesalahan, mereka dapat mengakuinya secara terbuka, mengambil tanggung jawab, dan belajar dari kesalahan tersebut. Kita bisa memberikan respon yang menciptakan rasa aman maupun memberikan respon yang memberikan rasa kapok. Respon kita terhadap kesalahan anggota tim kita sangat menentukan sejauh mana mereka (anggota tim kita) di masa depan berani terbuka mengakui kesalahannya atau malah kapok dan akhirnya menyembunyikan kesalahan tersebut – yang tentunya akan berdampak lebih fatal. Pastikan respon kita bukan sekedar respon “menghukum”, namun juga respon “mengajak belajar.”

 

Terkadang proses belajar itu memang “sangat mahal harganya”. Biaya dari kesalahan yang timbul bisa jadi sangat besar, namun pembelajaran yang diambil dari kesalahan tersebut tentulah juga sangat berharga. It’s worth the effort.

 

 

Forgive and let go.

Jangan mendiamkan kesalahan yang terjadi. Jangan pula memberikan respon yang memperunyam keadaan. Ketika kesalahan sudah dibahas 4 mata dengan ybs, feedback sudah diberikan, dan ybs sudah mengambil tanggung jawab dan belajar dari kesalahannya, maka berikutnya adalah untuk memaafkan ybs. Ketika kita sudah memaafkan, maka tidak perlu lagi menyimpan rasa dongkol di hati dan mengungkit-ungkit kesalahan ybs di masa depan. Lepaskan saja. Tidak perlu melebarkan masalah dengan meng-generalisir bahwa ybs adalah tidak becus pada pekerjaan-pekerjaan yang lain.

 

 

Leaders, dengan memberikan rasa aman psikologis pada anggota tim kita yang melakukan kesalahan, maka kita memberikan ruang baginya untuk bertumbuh, memberinya rasa percaya diri, dan memacunya untuk terus berupaya mencapai standard kinerja tertinggi.

 

Let’s lead better.