The Power of One-on-One Conversation
Tentu anda pasti pernah ingat momen-momen dimana anda melakukan pembicaraan one-on-one dengan anak-anak anda? Momen yang privasi, berkesan, dan penuh makna yang akhirnya mendorong anak anda menjadi ber-perilaku lebih baik. Atau mungkin anda ingat momen dimana anda melakukan pembicaraan one-on-one dengan seseorang dari hati ke hati yang sungguh berdampak dan memorable?
Demikian pula dalam kepemimpinan kita di organisasi.
…..
Leadership is about partnership. Bentuk partnership yang paling nyata dari kepemimpinan efektif adalah dengan melakukan 1:1 conversation dengan anggota tim secara bermakna dan berkala.
Sebagai pemimpin, seberapa sering kita melakukan one-on-one meeting dengan anggota tim kita? Seberapa berdampak pembicaraan one-on-one meeting kita tersebut untuk membantu tim kita semakin berdaya dan bertumbuh?
Penelitian dari buku “Glad We Met” dari Steven Rogelberg menunjukkan bahwa masih jarang sekali Pemimpin di organisasi melakukan pembicaraan one-on-one secara reguler dengan anggota timnya.
Kalaupun mereka sudah melakukannya, mereka terlalu berlebihan dalam menilai diri mereka bahwa mereka sudah melakukan one-on-one meeting tersebut secara efektif. Padahal kenyatannya dari persepektif anggota tim mereka, one-one-one meeting tersebut tidaklah se-positif yang mereka kira.
……
So, bagaimana melakukan one-on-one conversation yang powerful? Let’s begin with the fundamentals:
- Beri ruang bagi anggota tim untuk lebih banyak berbicara. Tempatkan diri kita sebagai pendengar aktif yang terbuka terhadap pembelajaran. Seringkali pemimpin lebih banyak mengambil porsi berbicara saat melakukan 1:1 conversation. Prediktor paling akurat dari “ketidakefektifan” pembicaraan 1:1 adalah ketika pemimpin lebih banyak mengambil porsi berbicara. So, jangan lagi. Beri kesempatan bagi anggota tim untuk melakukan porsi pembicaraan yang lebih banyak. Idealnya, anggota tim melakukan pembicaraan dengan porsi 60% - 80% dari keseluruhan pembicaraan. Ini tidak mudah karena seringkali kita terdorong untuk lebih banyak berbicara, sebab rasanya “nikmat” saat berbicara tentang diri kita sendiri. Namun kita perlu menahan diri dari dorongan ini.
- Ikuti ide anggota tim kita. Terkadang pemimpin terdorong untuk menjadikan idenya yang lebih banyak didengarkan dan di-ikuti oleh anggota tim. Saatnya kembali menahan diri. Dorong anggota tim kita untuk menyampaikan solusi sendiri atas permasalahan yang mereka hadapi. Ketika solusi yang mereka sampaikan tidak terlalu selaras dengan yang kita pikirkan – selama hal tsb memang feasible untuk dieksekusi – biarkan solusi dari mereka tsb yang dijalankan. Menerima ide anggota tim kita untuk dijalankan artinya kita mempercayai mereka dan dengan demikian membangun komitmen mereka untuk bertanggung jawab terhadap eksekusi dari solusi tsb.
- Rencanakan pembicaraan 1:1 secara berkala setiap minggu atau setiap dua minggu sekali. Satu bulan sekali biasanya terlalu lama. Tiga puluh menit setiap minggu melakukan pembicaraan 1:1 dengan satu orang anggota tim akan memampukan kita memiliki total 25 jam setiap tahunnya yang kita fokuskan pada pembicaraan 1:1. Kuncinya adalah memilih selang waktu secara reguler. Jangan sampai produktivitas pekerjaan mengalahkan prioritas kita untuk melakukan 1:1 conversation ini. Pemimpin yang beralasan “saya terlalu sibuk” untuk melakukan 1:1 conversation sesungguhnya sedang merencanakan kegagalannya dalam memimpin. Ini bukanlah mengenai seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk melakukan 1:1 conversation, melainkan mengenai melakukannya di setiap waktu yang kita miliki.
- Buat agenda bersama. Percakapan 1:1 bukanlah sekedar ngobrol santai karena bisa mengarah pada ngalor ngidul. So, pastikan anggota tim membuat agenda bersama dengan anda. Tidak berarti harus agenda yang panjang dan terlalu formal. Yang santai saja terait hal utama yang menjadi “kegundahan” anggota tim. Kejelasan agenda dan issue yang dibahas menjadi kunci penting keberhasilan 1:1 conversation.
Percakapan 1:1 adalah mengenai membangun trust dan relasi positif dengan anggota tim kita. Ini membutuhkan keotentikan diri kita untuk menjadi pemimpin yang berfokus pada memberi, menjadi partner yang konsisten me-mentor dan meng-coach anggota tim kita sepanjang perjalanan karir mereka bersama dengan kita. Dengan demikian, kita sebagai leader maupun mereka sebagai anggota tim, sama-sama bertumbuh dalam kebersamaan yang membangun.
So, let’s lead better.