Karir - antara achievement dan fulfillment

by ErickIskandar


Posted on 15-Nov-2024



Penelitian global menunjukkan bahwa engagement karyawan di tempat kerja selama 11 tahun terakhir menunjukkan tren yang lemah. Secara global, di beberapa negara terutama di US, hanya 30% karyawan yang merasa “engaged” dan hanya 17% yang merasa pekerjaan mereka bermakna (sumber: Directional Living – a transformational guide to fulfillment in work and life by Megan Hellerer, 2024). Juga terungkap bahwa 84% orang melaporkan mengalami burnout dan hampir 50% angkatan pekerja Millenial melaporkan mengalami depresi dan kecemasan.

 

Angka-angka di atas memberi gambaran betapa di tengah produktivitas dan kinerja organisasi yang terus bertumbuh, fulfillment (rasa “kepenuhan” dimana engagement dan kebahagiaan timbul) di tempat kerja menjadi tantangan tersendiri yang terus menerus perlu kita upayakan.

 

Generasi pekerja saat ini banyak yang mengalami – dalam istilah Megan Hellerer – “Underfulfilled Overachivers” (UFOAs), yaitu orang-orang yang berhasil dalam karir, penuh pencapaian gemilang di tempat kerja, namun masih gamang dan mendapati diri mereka tidak bahagia, dan masih sering bertanya pada dirinya “apa yang sebenarnya kuinginkan dan kucari?” Para UFOAs seringkali tampak hebat di permukaan (pada CV / resume mereka, pada jabatan dan posisi karir mereka), namun di lubuk hati yang dalam, mereka merasa jauh dari hebat.

 

Inilah yang menjadi tantangan para profesional zaman now: banyak profesional yang cerdas / kompeten / ahli / kreatif / berbakat yang berhasil mengakumulasi pencapaian (achievement) mereka, namun belum merasa bahagia (fulfillment).

 

So, apa yang perlu dilakukan?

 

Focus on the direction, not the destination

 

Quote on direction

 

Banyak pandangan umum yang menganggap bahwa achievement adalah jalan menuju pada fulfillment. Bahwa semakin banyak pencapaian karir yang kita peroleh maka semakin kita merasa bahagia dan bermakna. Padahal kenyataannya seringkali tidak demikian, karena “Achievement doesn’t always lead to fulfillment.

 

Orientasi kesuksesan zaman modern masih mengagung-agungkan achievement, dimana kita berusaha mencapai achievement sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Bahwa hasil adalah yang paling penting, sehingga bisa mengorbankan apapun untuk mencapainya – termasuk mengorbankan relasi / integritas / kesehatan mental / ketenangan pikiran / nilai-nilai pribadi. Padahal it’s not worth it. Padahal ketika sudah mencapai garis finish dengan achievement di tangan, seringkali kita mendapati diri kita senang hanya sesaat dan di kedalaman hati memahami bahwa ada kekosongan dan menemukan bahwa sebenarnya kita juga tidak ingin ada di garis finish ini.

 

Untuk menjalani karir yang bermakna, bahagia, dan penuh fulfillment, kita perlu mengkaji ulang paradigma yang beranggapan bahwa kehidupan terbaik adalah tujuan yang berada di garis akhir. Pada kenyataannya, sesungguhnya fulfillment adalah mengenai mengarahkan karir hidup kita pada perjalanan satu tahap demi satu tahap – bahkan tanpa perlu mengetahui tujuan akhirnya secara jelas.

 

"Kebahagiaan dalam menjalani karir terletak pada proses perjalanannya, bukan hanya pada tujuan akhirnya."

 

Ibarat mengendarai mobil di malam hari. Kita hanya dapat melihat jalan di depan hanya sejauh sorot lampu depan mobil kita. Namun pada akhirnya kita tetap sampai di tujuan. Fokus pada arah perjalanan (direction) artinya kita fokus pada perjalanan kilometer demi kilometernya – meski hanya sejauh sorot lampu depan mobil. Sementara fokus pada tujuan (destination) artinya kita fokus pada alamat akhir yang mau dituju tanpa memperhatikan kondisi jalan sekitar maupun perjalanan yang dilalui.

 

car headlamp

 

Fokus pada arah perjalanan (direction) misalnya: setelah lulus sebagai fresh graduate, melamar dan menempati posisi profesional yang dikehendaki, lalu seiring perjalanan karir mengeksplor tantangan di tempat baru selama beberapa kali, membuka diri terhadap peluang yang ada, sampai membangun kompetensi handal yang diakui pasar. Sementara fokus pada tujuan (destination) misalnya: setelah lulus fresh graduate, melamar dan menempati posisi sebagai karyawan perusahaan A dan terus menjalani karir disana sampai usia pensiun (karena masuk sebagai karyawan perusahaan A adalah tujuan).

 

Fokus pada arah perjalanan artinya kita fleksibel terhadap arah-arah perjalanan karir kita. Jika kita perlu belok kiri, maka belok kiri, adakalanya pula sesekali putar arah untuk kemudian putar arah lagi kembali, dst. Sementara fokus pada tujuan artinya kita mematok tujuan karir kita pokoknya harus A apapun yang terjadi.

 

Kadang kita ingin mendapatkan “The One”: karir, pekerjaan, rumah, jodoh, dsb. Padahal yang “ideal / The One” seringkali hanya ilusi. Berfokuslah pada satu langkah demi satu langkah yang ada di hadapan kita. Eksplor berbagai kemungkinan yang ada, sambil tetap terarah pada apa yang kita inginkan / harapkan (Directional living).

 

 

Forget your purpose; follow your curiosity

 

curiosity quote

 

Terkadang purpose menjadi overrated. Mantra “find your purpose” menjadi populer diantara tips-tips kesuksesan. Padahal purpose bukanlah sesuatu yang fixed dan statik untuk sekedar ditemukan sekali untuk selamanya. Purpose itu ditumbuhkembangkan. Purpose bukanlah sesuatu yang harus ditentukan terlebih dahulu (destination) sebelum memulai perjalanan. Purpose sesungguhnya ditumbuhkembangkan selama dalam perjalanan (direction) tersebut – dan elemen utama yang membantu kita menumbuhkembangkannya adalah rasa ingin tahu (curiosity).

 

Curiosity ibaratnya adalah lampu sorot dari mobil kita yang memberi penerangan selama perjalanan. Bayangkan curiosity seperti rasa lapar. Ketika kita lapar, rasa lapar tersebut mengarahkan kita pada nutrisi yang ada. Begitu pula curiosity, ia mengarahkan kita pada fulfillment yang ada.

 

Eksplorasilah berbagai kesempatan dan peluang yang ada di hadapan kita. Ikuti sorot lampu curiosity kita. Apa yang membuatku tertarik? Apa yang menggelitik rasa ingin tahuku? Apa yang aku yakin ini menjadi kesempatan bagiku untuk bertumbuh dan memberi manfaat lebih banyak lagi?

 

Ambillah kesempatan dimana rasa ingin tahu kita membimbing kita pada kesempatan tsb. Kendati pun kesempatan tsb seakan-akan tidak cocok-cocok amat dengan rencana besar kesuksesan karir kita – tetaplah terbuka terhadap kesempatan tersebut. Ingatlah bahwa fulfillment bukanlah mengenai tujuan akhir melainkan mengenai langkah demi langkah mengeksplorasi berbagai kesempatan yang terbuka di hadapan kita – dimana rasa ingin tahu kita telah menjadi cahaya yang mengarahkan kita pada berbagai kesempatan tsb.

 

 

Seek aligned ambition, not blind ambition

 

Achievement / pencapaian sering dikaitkan dengan ambisi. Sebagai profesional, kita tentu perlu memiliki ambisi yang sehat – suatu semangat untuk memberi dampak positif pada dunia sekitar. Coba kita cek sejenak ambisi yang kita kejar selama ini: apakah ambisi tersebut adalah hasil dari menyerap tuntutan dunia eksternal ataukah dari internalisasi nilai-nilai pribadi / preferensi personal / ketrampilan / bakat / rasa ingin tahu yang sungguh menjadi ciri khas diri kita sendiri?

 

Blind ambition adalah ambisi dimana kita memilih tujuan berdasar apa yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai sesuatu yang bernilai dan mengesankan. Dengan kata lain, kita meng-outsource ambisi kita dari luar dan malah menutup mata (blind) terhadap apa yang unik dari dari diri kita sendiri.

 

Sementara aligned ambition adalah ambisi dimana kita memilih tujuan berdasar apa yang otentik dan unik yang lahir dari diri kita sendiri – yang merupakan penyelarasan (alignment) dari nilai pribadi / preferensi / passion / talent / kesukaan / kompetensi kita.

 

Blind ambition bisa menjebak kita pengejaran kesuksesan yang selama ini menjadi stereotipe kebanyakan: lulus, kerja di perusahaan mapan, naik karir, jadi manager, lalu pensiun. Lalu, apakah benar ini yang sungguh-sungguh menjadi ambisi kita sebenarnya? Bagaimana kalau curiosity kita mengarahkan kita pada perjalanan karir yang unconventional? Akankah kita berani menjawab arahan tersebut? Karena bisa jadi disitulah fulfillment kita yang sejati sedang menanti.

 

Ingatlah akan paradoks ini: semakin kita tidak terlalu fokus pada hasil / outcome / tujuan / destination, semakin fulfilling proses perjalanan karir yang akan kita lalui. Ketika kita berhenti memprediksi kemana tujuan kita, saat itulah kesempatan-kesempatan akan bermunculan.

 

 

So, mari kita kaji kembali dan membuka diri terhadap direction karir kita, ikuti curiosity kita, dan selaraskan ambisi kita dengan preferensi personal yang kita miliki – niscaya kita akan mencapai fulfillment yang sungguh memberi kepenuhan, makna dan kebahagiaan dalam perjalanan karir kita.

 

Have a great fulfilling career journey!

 

 

 

Referensi: Directional Living – A Transformational Guide to Fulfillment in Work and Life by Megan Hellerer, 2024