Kekuatan kata-kata

by Erick Iskandar


Posted on 20-Apr-2017



Kata-kata sungguh memiliki kekuatan. Pemimpin dapat menggunakan kata-kata untuk membangun relasi positif dengan anggota timnya dan juga dapat menggunakan kata-kata untuk mengikis relasi positif tersebut. Pemimpin dapat menggunakan kata-kata untuk menyebarkan harapan dan optimisme dan juga dapat menggunakan kata-kata untuk menghakimi dan menuding.

 

Kata-kata yang diucapkan Pemimpin menjadi fondasi baginya dalam membangun hubungan kepercayaan dengan anggota timnya. Tanpa fondasi ini, maka hubungan Pemimpin dengan tim sekedar formalitas kulit tanpa relasi isi yang mendalam. Sekedar instruksi dan penugasan yang menghasilkan keterpaksaan tanpa kebersamaan dalam kolaborasi yang mengokohkan.

 

Pemimpin yang mampu memilih kata-kata yang tepat bagi anggota timnya adalah Pemimpin yang memiliki kesadaran diri yang tinggi baik terhadap dirinya maupun terhadap orang di sekitarnya. Prinsip-prinsip kesadaran diri berikut menjadi penting bagi kita sebagai Pemimpin dalam memilih kata-kata yang akan kita ucapkan pada anggota tim :

 

Cek kadar “Pride” anda dalam interaksi dengan orang lain.

Pride” yang dimaksud disini adalah kebanggaan diri yang berlebih yang adalah musuh utama yang menjadi racun dalam diri yang dapat menular ke orang lain. Seorang Pemimpin yang merasa diri benar, sering tersinggung, cepat melihat apa yang salah daripada apa yang benar,  sulit percaya pada orang lain,  ingin menunjukkan kepintaran / kehebatan terus menerus, sulit menerima masukan, mencari pembenaran ketika diberi masukan adalah beberapa ciri dari “pride” diri yang menguasai Pemimpin.

Ketika “pride” diri menguasai, maka kata-kata yang dapat muncul misalnya “kan sudah saya bilang” , “kamu bisa apa?”, “saya gak punya waktu”, “dia yang gak ngerti”, dan kalimat-kalimat lain yang sejenis yang mencerminkan kebutuhan akan pengakuan diri yang tinggi dari orang lain dan fokus pada diri sendiri yang kuat. Ketika kalimat-kalimat sejenis ini keluar dari mulut Pemimpin, ia sedang mengikis relasi positifnya dengan orang lain.

Selalu cek kadar “pride” kita saat berinteraksi dengan anggota tim. Sadari setiap kali “pride” ini menyelinap dalam interaksi kita dengan orang lain. Tingkatkan kesadaran diri dengan mengevaluasi dampak dari perkataan kita pada orang lain. Sadarilah darimana “pride” ini berasal. Bisa jadi ia muncul karena kelekatan pada kebutuhan akan pengakuan dari orang lain. Ataupun karena ketidakpedulian yang terpelihara.

 

Evaluasi perilaku anggota tim anda, bukan menghakimi karakternya.

Menurut anda apa bedanya “terlambat datang Vs malas” , “salah input Vs sembrono”, “project lewat deadline Vs tidak bisa kerja”, “jarang mengemukakan pendapat Vs tidak komunikatif”. Bedanya adalah : yang satu adalah menilai perilaku, sementara yang lain menghakimi karakter. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang senantiasa menjaga perkataannya untuk TIDAK menghakimi karakter anggota timnya. Ketika kita memberikan feedback, melakukan coaching ataupun memimpin meeting, pastikan perkataan kita hanya membahas perilaku dan tidak menghakimi karakter anggota tim kita.

Jadi jika kita memberikan feedback perihal keterlambatan masuk kerja anggota tim, bahaslah saja perilakunya dan tidak perlu meng-generalisir menggunakan kata-kata yang menghakimi karakternya seperti “malas, sembrono, tidak bisa kerja, tidak komunikatif, dll”.

Ketika kita terdorong untuk menghakimi karakternya, BERHENTILAH. Ingatlah bahwa performance is about behavior – kinerja adalah mengenai perilaku. Jadi gunakanlah kata-kata yang membahas perilaku-nya saja dan tidak perlu menggunakan kata-kata yang menghakimi karakternya karena kita memang bukan hakim 😊. Karena ketika Pemimpin menggunakan kata-kata yang menghakimi karakter orang lain, ia sedang menyerang secara personal dan meruntuhkan relasi kepercayaannya dengan orang tersebut. Pastikan kita adalah Pemimpin yang membangun kepercayaan.

 

Fokuslah pada kejadian saat ini, tidak perlu menjadi pengingat masa lalu yang hebat.

Pernahkah anda berada dalam kondisi dimana anda terlibat argumen dengan orang lain dan tiba-tiba suasana menjadi semakin panas karena masing-masing mengungkit kejadian kesalahan masa lalu yang sekedar dikait-kaitkan dengan kejadian saat ini? Saat anda sebagai Pemimpin sedang berada dalam percakapan intens dengan anggota tim anda, fokuslah membahas kejadian saat itu saja tanpa perlu melebar membahas hal-hal lain apalagi kesalahan di masa lalu yang tidak ada kaitannya.

Berhati-hatilah ketika menggunakan kata-kata “waktu itu kamu… padahal saya sudah bilang”, “inget gak kalau dulu kamu pernah…”, “Makanya waktu itu kan kamu sendiri yang…. “, “dulu kan….” dan kata-kata lain yang sejenis yang diucapkan pada anggota tim karena terpancing dengan upaya pembenaran diri dengan mencari kesalahan anggota tim di masa lalu.

Pembahasan masa lalu hanya perlu dilakukan untuk mendapatkan pembelajaran dan bukan untuk menyalahkan maupun membenarkan diri. Jika Pemimpin sering menggunakan kata-kata yang blaming / menyalahkan, sebenarnya ia sedang menunjukkan ketidakberesan dalam dirinya. Ingatlah bahwa pepatah ini masih berlaku : “hanya orang yang terluka yang melukai orang lain”.

 

Pada akhirnya, kata-kata yang kita ucapkan lebih banyak menggambarkan seperti apa diri kita dan bukan seperti apa orang lain. Selamat meningkatkan kesadaran diri, selamat memilih kata-kata yang tepat dan selamat memimpin !